#a-tribute-to-mas-Eric-23
Bertemu di mata kuliah Metode Kualitatif (Metkual), cukup setengah semester, dengan pertemuan yang kurang dari jumlah seharusnya (Mas Eric absen, gw masuk. Gw bolos, Mas Eric masuk)! He has something I’ve been amazed of. He definitely grabbed my attention sejak ‘pertemuan’ pertama. I mean, sejak kesempatan gw bertemu beliau di kelas untuk pertama kali. Waktu itu, dengan super santai beliau masuk kelas, cengar-cengir, naik duduk ke atas meja, dan melihat ke arah semua mahasiswa sambil bertanya, “Fakultas Psikologi itu ada, atau nggak?”
Semua mahasiswa di ruangan kelas itu cekakakan diam-diam. Ada yang tersenyum sambil nunduk, menghormati dosen yang namanya memang tersohor itu. Ada yang senggol-senggolan, langsung memasukkan nama beliau ke daftar dosen-yang-jadi-bahan-gosip. Dan ada juga yang bengong campur tertarik, sadar bahwa dosen macam ini adalah produk langka. Gw sendiri masuk ke golongan yang ketiga.
Pertanyaan itu memang dijawab dengan argumen ini dan itu, yang sebenernya nggak lebih penting dari pertanyaan yang memunculkan jawaban-jawaban itu. Pertanyaan itu mewakili Mas Eric: filosofis, sederhana, mendapat interpretasi dari hal kecil, unik, bisa mengkristalisasi alur berpikir, menjungkirbalikkan pikiran yang terlalu mainstream, dan membawa mahasiswa jadi seorang “psikolog”. “Psikolog” yang kaya kemampuan analisa. “Psikolog” yang bisa bertanya dengan benar. “Psikolog” yang bisa berpikir. “Psikolog” yang utuh. Ya, yang utuh.
Satu hal yang berkesan buat gw adalah ketika Mas Eric ngajar di kelas Metkual, entah pertemuan kedua atau ketiga. Apa yang gw dapatkan di kelas itu tetap gw ingat sampai sekarang, bahkan gw bawa-bawa sebagai dasar berpikir gw untuk mencoba memahami manusia secara empatik. Mas Eric waktu itu lagi bawa sebuah buku, judulnya gw lupa. Buku itu beliau bawa ke kelas, dan di tengah-tengah kuliah, beliau tiba-tiba menyodorkan buku itu ke gw yang kebetulan duduk di bangku depan, sambil bilang, “Coba ceritain isi buku ini ke gw. Sekarang!”
…… Seperti biasa, gw bengong dengan pertanyaan beliau. Alhasil gw cuma cengar-cengir blo’on sambil membolak-balik cover buku itu. Mas Eric nyengir, mengambil buku itu dari gw, dan menjawab, “Nggak bisa, kan? Nggak bisa, kan, lo mencoba menjelaskan buku ini dari satu bagian aja? Emangnya bisa, memahami buku ini hanya dari halaman ke sekian, sekian, sekian, atau dari sinopsis di belakang cover? It is the same if we attempt to understand human being. Kita nggak bisa menjelaskan manusia itu begini, begitu, tapi kita nggak mencoba untuk baca manusia itu secara keseluruhan. Kalo kita nggak baca satu buku, kita nggak lihat whole-nya. Jangan berani-berani bilang kita bisa paham kalau kita belum selesai baca sampai akhir.”
Well, itu adalah satu kepingan yang bisa menuntun kita semua ke satu kesimpulan inferensial: Mas Eric, jelas, adalah dosen yang tipikal. Tipikal diceritakan dalam buku, kisah, dan story yang istimewa. Tipikal tokoh yang memiliki nilai personal untuk semua orang. Tipikal sosok yang unik, dan yang keunikannya akan selalu diingat……………………. dan dimaknai secara pribadi.
Keep the great, great, great, great, great work, Mas!
Nadya Regina Pryana (mahasiswinya Mas Eric, angkatan 2009)
Pages
Tentang Blog!
Blog ini dibuat untuk mengumpulkan tulisan dari mahasiswa, rekan kerja, alumni, dosen, atau siapa pun yang mengenal dan punya pengalaman berkesan dengan mas Eric. Kumpulan tulisan ini akan dibukukan, untuk diberikan kepada mas Eric pada 18 Mei 2011, saat pesta perpisahan beliau. Tulisan bisa dikirimkan ke: octovary@gmail.com, paling lambat 15 Mei 2011.
Kumpulan tulisan sudah dibukukan dan diberikan ke mas Eric, sekaligus ke semua penulisnya.. Tanggapan hangat dari mas Eric juga sudah disampaikan ke semua penyumbang tulisan, bisa dilihat dari blog mas Eric di:
No comments:
Post a Comment