#tribute-to-mas-eric-30
Mas Eric pertama saya tahu dari cerita teman seangkatan yg mengikuti perkuliahan dia, yaitu mata kuliah Metode Penelitian dan Metode Kualitatif. Dosen yang satu ini dikenal jarang masuk dan selalu telat. Selain itu, dikenal juga suka ‘ngambek’. Saya, saat itu, hanya tertawa saja mendengar cerita teman-teman. Hingga akhirnya, saya tahu kenapa dia suka telat dan jarang masuk.
Akhirnya, kami dipertemukan di kelas Psikologi Budaya. Cerita teman-teman mengenai dosen yang sering telat dan jarang masuk ini saya alami sendiri. Bahkan dalam sebuah pertemuan, dia digantikan oleh seorang mahasiswa yang setahun di atas saya. Namun, ironisnya adalah, dosen inilah yang membuat saya akhirnya kecemplung di peminatan Sosial. Dan saya tidak pernah menyesal sekalipun berada di kelas sosial dan diajar olehnya.
Perpaduan teori, pengalaman, dan bumbu tambahan yang tidak sedap malah membuat saya semakin terpukau dengan Mas Eric. Ketika kelas Teori Aktivitas Manusia, kelas pertama di peminatan sosial, Mas Eric mengajukan pertanyaan, “Kenapa memilih masuk Sosial dan mau jadi apa?” Saya pun menjawab (dan juga dua teman saya), “Saya suka dengan komunitas dan saya ingin menjadi market research.” Beliaulah yang membuat saya ingin mengambil bidang pekerjaan itu. Cerita-cerita selama di kelas Psikologi Budaya-lah yang membuat saya ingin menjadi seorang market researcher.
Mas Eric, dengan segala pemikiran-pemikiran abstrak, kecentilannya kalau ada yang baik sama dia, ketegasannya, kata-kata kesukaannya yaitu “mahasiswa zombie” dan “paper sampah”, telah menjadikannya seorang role model bagi saya sendiri. Pengalaman berbincang dan berdiskusi bersama dengan dia dalam beberapa kesempatan, membuat saya sungguh mengagumi sosok seorang Mas Eric. Bahkan, salah satu hasil diskusi kami, membawa saya menemukan passion saya. Thanks Mas!
Di balik sisi jahatnya yang selalu menindas mahasiswanya dengan kata-kata favoritnya, Mas Eric adalah seorang teman, sahabat, dan ayah bagi saya dan teman-teman. Dia mirip dengan tokoh Professor Dumbledore dalam kisah Harry Potter (silahkan teman-teman bayangkan tokoh Professor Dumbledore). Di satu sisi tegas dan sering marah kalau mahasiswanya ‘bodoh’. Di sisi lain, dia sebenarnya sayang dengan mahasiswanya, dia mau mengembangkan mahasiswanya, dia mencetak mahasiswanya agar kelak menjadi orang yang berguna bagi orang lain.
Hey, Professor Dumbledore, thanks!
A. P. Putra Purnomo (mahasiswanya Mas Eric, angkatan 2007)
No comments:
Post a Comment