Tentang Blog!

Blog ini dibuat untuk mengumpulkan tulisan dari mahasiswa, rekan kerja, alumni, dosen, atau siapa pun yang mengenal dan punya pengalaman berkesan dengan mas Eric. Kumpulan tulisan ini akan dibukukan, untuk diberikan kepada mas Eric pada 18 Mei 2011, saat pesta perpisahan beliau. Tulisan bisa dikirimkan ke: octovary@gmail.com, paling lambat 15 Mei 2011.


Kumpulan tulisan sudah dibukukan dan diberikan ke mas Eric, sekaligus ke semua penulisnya.. Tanggapan hangat dari mas Eric juga sudah disampaikan ke semua penyumbang tulisan, bisa dilihat dari blog mas Eric di:

Mas Eric... is simply amazing!

#tribute-to-mas-eric-26

Dr. Phil. Eric Mulyadi Santosa is my #1 teacher! Dosen yang galak iya, kejam iya, gokil juga iya, tapi juga sangat luar biasa baik. Cubicle-nya dipenuhi dengan buku-bukunya yang keren, termasuk majalah Donal Bebek dalam bahasa Jerman. Kalau nyari Mas Eric, harus kreatif. SMS, telpon, e-mail, facebook, YM, BBM, cari ke fakultas, tanya ke Mbak Atink (hahaha) dan terakhir kalau semuanya gak bisa, ya tongkrongin aja di depan lift Hall C.

Pertama kali gw kenal sama Mas Eric adalah ketika menjadi mahasiswi Metode Penelitian I (Metpen). Kesan awal: orangnya aneh, omongannya abstrak, ajarannya? Sekelas ga ada yang ngerti. Mau nanya? Bukan jawaban yg didapet, malah tambah pusing. Gw bingung, koq ada dosen kaya begini. Hehehe

Menjelang semester 5, saat lagi heboh-hebohnya mau pemilihan peminatan. Gw mendapat kuliah Psikologi Budaya. Dengan duet dosen maut yaitu Mas Eric dan Mas Raymond. Di kuliah ini, pandangan gw tentang Mas Eric berubah total! Sejak itu gw melihat bahwa Mas Eric itu brilian, kritis, serta mengajarkan apa yang gak pernah ada di buku. Sekarang, omongan abstraknya beliau adalah titik awal dari diskusi menarik. Kalau kuliahnya Mas Eric dibatalkan, gw kecewa berat! Karena hilang satu kesempatan bagi gw untuk menimba ilmu dari beliau.

Jujur, karena Mas Eric, gw tiba-tiba banting setir dan ganti haluan masuk Psikologi Sosial. Karena gw menilai, jauh lebih menarik untuk mempelajari hal yang abstrak. Hal yang tidak ada rumusnya. After all, manusia adalah makhluk sosial, beserta dengan dinamikanya yang kompleks. Di Sosial, gw belajar lebih dari sekedar Psikologi, tapi juga berbagai cabang ilmu lainnya. Standar tinggi yang ditetapkan beliau dari setiap karya yang kami hasilkan memicu kami untuk berpikir lebih tinggi, mengkritisi lebih dalam, berlari lebih cepat, serta melompat lebih tinggi.

Jutaan memori telah mewarnai hidup kami (anak Sosial 2004). Perkuliahan, birokrasi, perjuangan, kebersamaan. Mulai dari begadang bareng di Patal, tepar bareng di Hall C, kejar-kejaran deadline tugas akhir semester, sampe curhat bareng. Segala canda tawa dan air mata mewarnai dinamika nikmatnya jadi anak Sosial. Tentunya dengan keberadaan Mas Eric tercinta, yang bukan hanya sebagai dosen, tetapi juga sebagai sahabat, idola dan ayah kami.

Perjalanan semakin seru ketika memasuki masa SKRIPSI. Di saat semua mahasiswa lain menulis topik, lalu oleh fakultas ditentukan siapa Pembimbing Skripsi (PS) nya. Kami kompak menulis topik yang memang dibina oleh beliau. Ibaratnya kami menjerumuskan diri untuk masuk di bawah bimbingan Mas Eric. Banyak teman yang bertanya, “Kok lu mau sih jadi anak PS nya Mas Eric? Lulusnya lama!”. Kami hanya tersenyum, we know better.

Dalam perjalanannya, tidak sedikit halangan yang berdatangan. Tapi kami diasah untuk terus maju. Ada jokes di antara anak Sosial: “Lebih gampang nemuin Ariel Peterpan daripada nemuin Mas Eric.” True, tapi dari situlah gw melihat bahwa Mas Eric sangat care, bertanggung jawab, dan berdedikasi tinggi demi kemajuan anak-anak bimbingannya. Beliau rela balik lagi ke kampus cuma buat diskusi skripsi, padahal tadinya beliau sudah pulang. Gw paling inget kata-kata beliau menjelang sidang “Only you can help yourself. Lu yang paling ngerti skripsi lu, lu HARUS berjuang sendiri, gw gak akan bantu lu di sidang” (what a motivation!) tapi gw yakin, ini adalah salah satu cara ajaib beliau untuk mendidik gw. Bener aja, pas sidang berlangsung dan gw dicecer mati-matian, beliau cuma melirik dan memastikan gw survived. Kayaknya dalam lirikan mautnya seakan bilang “Awas lu Jenn klo ga bisa jawab dan berargumen.” Kalo diinget-inget, kocak juga! Pada akhirnya gw bersyukur sudah digembleng sedemikian rupa, sehingga mental gw jadi lebih kuat dan mandiri.

Lulus kuliah, life goes on. Ternyata dunia kerja memang kejam. Orang ga hanya menusuk lu dari belakang, tapi juga menusuk lu dari depan! Banyak kejadian yang gw lalui. Ada saatnya gw jatuh dan putus asa dengan keadaan. Pilihan untuk menyerah selalu ada dan tentunya kelihatan lebih mudah. Tapi gw selalu inget dengan kata-kata dan cerita inspiratif dari Mas Eric. Jadi, gw cepat bangkit lagi dan meneruskan perjalanan gw.

Mas Eric, thank you sudah berbagi banyak hal ke gw dan teman-teman. Lu udah menyentuh banyak orang dan mengubah pandangan banyak orang tentang makna hidup.

Thanks for Archetypes and all the inspiring stories.
Thanks buat dua tahun kebersamaan di Sosial yang menjadikan hidup kami magical.
Thanks for believing in us.
Thank you juga buat cara-cara ajaib lu dalam mendidik kami, meski terkesan galak atau mungkin kejam, but you taught us about the most meaningfull lesson of life: SURVIVAL and striving for excellency.

Dengan kepergian Mas Eric, Fakultas Psikologi Atma Jaya akan kehilangan salah satu asetnya yang paling berharga. Tapi, kemanapun lu melangkah selanjutnya, gw yakin lu akan selalu menjadi inspirasi bagi banyak orang. We’ll miss you, Mas. Good luck in everything.


Salam Sos.Com,
Jennifer Stefanie Nugraha atau Janihe (mahasiswinya Mas Eric, angkatan 2004)

No comments:

Post a Comment