Tentang Blog!

Blog ini dibuat untuk mengumpulkan tulisan dari mahasiswa, rekan kerja, alumni, dosen, atau siapa pun yang mengenal dan punya pengalaman berkesan dengan mas Eric. Kumpulan tulisan ini akan dibukukan, untuk diberikan kepada mas Eric pada 18 Mei 2011, saat pesta perpisahan beliau. Tulisan bisa dikirimkan ke: octovary@gmail.com, paling lambat 15 Mei 2011.


Kumpulan tulisan sudah dibukukan dan diberikan ke mas Eric, sekaligus ke semua penulisnya.. Tanggapan hangat dari mas Eric juga sudah disampaikan ke semua penyumbang tulisan, bisa dilihat dari blog mas Eric di:

Surat Cinta Dari Sampah

#a-tribute-to-mas-eric-06

Hai, pemulung yang di sana!
Apa kabar dirimu?
Ah, rindunya untuk mendengar panggilan mesra yang kamu tujukan untuk kami: ‘sampah’.
Ya, sampah. Sungguh mesra bukan? =)

Dari semua pemulung yang pernah datang di TPA ini, kamu adalah salah satu pemulung yang paling berkenan di hati. Datang minimal 30 menit setelah waktu pemungutan sampah yang telah ditetapkan pemerintah, duduk seenaknya, dan kadang mengeluarkan kalimat-kalimat yang membuat kami berharap ada tiupan angin dahsyat yang bisa menerbangkan kami ke TPA yang lainnya.

Tapi hanya kamu pemulung yang mau memandang kami, sampah-sampah robek yang tidak pernah berhasil mengetahui apa keinginannya. Hanya kamu yang mau masuk ke dalam dunia imajinasi kami, imajinasi sampah yang jangan-jangan bisa mengubah Indonesia. Hanya kamu yang masih rela mengangkat bungkus-bungkus yang ditinggalkan oleh pemulung lainnya, menitinya dari banyak sisi dan memasukannya ke dalam karung, untuk kamu olah lewat mesin yang kami sebut sebagai malam-panjang-tanpa-tidur.

Kami cukup tahu bahwa kamu adalah pemulung yang terkenal di dunia perpulungan. Konon katanya kamu adalah pemulung yang cerdas dalam bercerita mengenai mitologi dengan dua belas tokoh misterius di dalamnya. Tokoh-tokoh yang kamu perkenalkan pada kami. Tokoh-tokoh yang ternyata ada pada setiap serakan bungkus dan daun di TPA ini.

Ah, kami juga ingat bahwa kamu selalu membawa penggaris segitiga kesayanganmu ke TPA kami. Kamu selalu bercerita tentang betapa ajaibnya penggaris segitiga itu kepada kami. Bahkan sempat, kamu membuka identitas pribadiku hanya dengan melekatkan penggaris segitiga itu di tubuhku. Dan ya.. di sebuah arena lomba persampahan tingkat nasional, segitiga itu pula yang membuat kami sanggup menggondol medali emas untuk TPA induk tempat kami menunduk takluk .

Beberapa waktu ini kami tidak lagi melihat sosokmu. Ya.. dimulai dari beberapa bulan yang lalu, ketika kami tidak lagi melihat kereta labu yang biasa kau parkirkan di depan TPA. Kami juga pernah mencoba melongok ke warteg Amerika di sebelah TPA induk, berharap kamu sedang memuaskan fiksasi oralmu yang belakangan ini dilarang pemerintah. Tapi.. ternyata nihil. Tidak ada hasilnya.

Ah, pemulung nan hebat, kemanakah dirimu kan beranjak?
Kami ini sampah-sampah yang paling rusak, paling liar, tidak ada satu tong sampah pun yang berminat untuk kami tumpangi. Itulah alasan kami memilih TPA ini.

Wahai pemulung yang budiman, walau kadang sikapmu seperti preman, kami tahu bahwa di hatimu yang terdalam, kamu punya rupa yang menawan, dan bakat besar menjadi juru selamat dunia persampahan.

Kami pasti merindukan kritik 5 menit yang berdampak pada turunnya self esteem kami selama 5 hari.
Kami pasti rindu pada retorika-retorika hebat yang membuat kami ternganga.
Kami pasti rindu pada ide-ide yang tak pernah sanggup dipikirkan oleh bungkus pisang.
Kami pasti rindu.. Kami pasti rindu… dan pasti sangat merindu..

Pemulung tersayang, walau kami sampah, kami mengerti cinta yang kau tunjukkan dalam bentuk yang sama sekali berbeda dari pemulung lainnya. Walau kami sampah, kami masih punya mata untuk menatap binar kebahagiaan ketika kamu bercerita tentang karya, masa yang lampau, pengalaman memulungmu yang menyejahterakanmu, juga ide terliar yang belum pernah kami dengar. Juga tentang dunia yang belum sanggup kami impikan.

Pemulung yang romantis, kami ini mengagumi kisah-kisah yang selalu kamu ceritakan dengan nada tak manis. Bahwa hidup salah satunya adalah untuk melakukan yang dicinta, mengikuti hasrat, mengikuti gairah, membiarkan energi di dalam bungkus-bungkus kami ini menyeruak dan menghasilkan mahakarya.
Karena menurutmu, cuma dengan begitulah kami akan mengerti apa itu bahagia.

Pemulung, ini suara hati kami. Bahwa kami mengagumi segala hal yang kau bawakan pada kami. Bahwa kami masih menyimpan sedikit harap bahwa kamu akan kembali, dengan kereta labu yang terparkir apik, dan janji diskusi beberapa menit di warteg Amrik.

Pemulung, tidakkah berat bagimu meninggalkan kami? Sampah-sampah ini masih harus diolah. Entah siapa yang akan melanjutkan peranmu nanti. Tapi, sosokmu akan tetap kekal di dalam sukma. Bahkan ketika kami sedang digilas, diberikan pewarna, dicetak ulang, atau bahkan dibakar.

Dan jika di suatu saat jalan hidup kita bersinggungan, kenalilah kami sebagai mantan sampahmu. Karena pada saat itu, mungkin kami sudah berubah, menjadi juru selamat dunia persampahan. Di Indonesia? Tidak. Terlalu kecil rasanya. Bagaimana dengan dunia persampahan internasional? Tentunya tanpa salib dan embel-embel lainnya.


Salam Cinta,
Sampah!
Anggita Hotna Panjaitan (mahasiswanya mas Eric, angkatan 2008)

*ps: Sampah itu berharga, bisa diolah, dan berguna. Dan semua berkat kepahlawanan sang pemulung.

No comments:

Post a Comment